Rabu, 26 Desember 2007

LUPUS

LUPUS


Kulit wajah diantara kedua pipi ditandai ruam merah yang bentuknya menyerupai kupu-kupu. Dibagian tubuh lainnya muncul bercak-bercak merah menyerupai cakram. Rambut rontok tak terkendali. Sariawan muncul dalam rongga mulut. Itulah sebagian gejala “ LUPUS ”. Penyakit otoimun kronis yang bisa menyebabkan peradangan diberbagai bagian tubuh, khususnya pada kulit, persendian, darah, dan ginjal (www.indomedia.com/intisasri/1998/september/lupus.htm).




( Repro:Medstudent dari www.indomedia.com/intisasri/1998/september/lupus.htm)

Lupus diketahui sebagai penyakit otoimun, penyakit yang muncul lantaran sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihan, yang justru mengganggu kesehatan tubuh. Di dalam tubuh manusia selalu ada sistem kekebalan tubuh, yang terdiri atas zat anti dan sel darah putih. Sistem imun ini bertugas melindungi tubuh manusia dari serangan antigen (musuh berupa bakteri, virus, mikroba lain). Pada lupus, oleh sebab yang belum diketahui, zat anti dan sel darah putih tadi justru menjadi liar dan menyerang tubuh yang seharusnya dilindungi. Akibatnya, organ-organ tubuh menjadi rusak dan gejala lupus pun muncul.
Ada dua cara masuknya antibodi yang berlebihan ke seluruh jaringan tubuh yaitu : (http://www.tripod.com/)
1. Antibodi langsung menyerang jaringan sel tubuh, seperti pada sel-sel darah merah yang menyebabkan sel akan hancur. Inilah yang mengakibatkan penderitanya kekurangan sel darah merah atau anemia.
2. Antibodi bergabung dengan antigen (zat peransang pembentukan antibodi) membentuk ikatan yang disebut kompleks imun. Kompleks ini tetap ikut aliran darah sebelum tersangkut di pembuluh kapiler organ tertentu dan menyebabkan imflamasi / peradangan.

Gejala Lupus (www.indomedia.com/intisasri/1998/september/lupus.htm).

Gejala penyakit ini dibedakan atas gejala umum dan gejala pada organ tertentu. Gejala umum yang sering ditemukan di antaranya, penderita sering merasa lemah, kelelahan berlebihan, demam, dan pegal-pegal. Gejala ini muncul ketika lupus sedang aktif dan menghilang ketika tidak aktif.

Organ-organ tubuh yang biasanya menunjukkan adanya lupus sangat banyak, dari kulit, ginjal, jantung, hingga otak. Pada kulit gejalanya berupa ruam merah berbentuk mirip kupu-kupu di kedua pipi. Di bagian tubuh lainnya terdapat bercak merah berbentuk cakram dan terkadang bersisik. Kerontokan rambut dan sariawan merupakan gejala lain pada kulit. Kalau dilihat secara utuh, penderita lupus dengan gejala-gejala tadi akan tampak mirip monster.

Pada dada timbul rasa sakit yang menimbulkan gangguan pernapasan. Bila jantung atau paru-paru terserang, penderita akan merasakan jantung berdebar atau sesak napas. Bila jantung mengalami kelainan lanjutan, kaki menjadi bengkak. Pada sistem otot gejala yang dirasakan penderita adalah rasa lemah atau sakit di otot. Pada pesendian akan dirasakan sakit, baik dengan ataupun tanpa pembengkakan dan kemerahan. Pada darah terjadi penurunan jumlah sel darah merah, putih, dan sel pengatur pembekuan darah.

Sedang pada saluran pencernaan muncul gejala sakit perut, mual, muntah, diare, atau sukar buang air besar. Pada ginjal terjadi gangguan fungsi yang mengakibatkan tidak dapat dikeluarkannya racun hasil metabolisme dan banyaknya kandungan protein dalam urine. Pada sistem saraf timbul gangguan pada otak, saraf sumsum tulang belakang dan saraf tepi, yang mengakibatkan pusing atau kejang. Bahkan, bisa sampai menimbulkan stroke dan gangguan jiwa, meskipun ini jarang terjadi.


Gejala lupus sering menyerupai penyakit lain, sehingga penyakit ini sering dijuluki Si Peniru Ulung. "Karena itu kita harus hati-hati dalam menginterprestasikan hasil pemeriksaan," jelas dr. Heru. Bisa saja dokter menduga pasiennya terserang sifilis, batu ginjal, atau rematik, seperti yang dialami Tiara Savitri, penderita lupus yang kini menjadi Ketua Yayasan Lupus Indonesia. Bahkan, menurut Robert, tidak akan ada dua penderita systemic lupus memiliki gejala yang sama. "Tipu daya" macam itu tidak jarang menyebabkan dokter maupun penderita frustasi akibat penyakitnya tak kunjung membaik.
Untuk mendiagnosis penyakit ini dengan pasti diperlukan pemeriksaan darah atau biopsi kulit. Keduanya untuk memeriksa antibodi-antibodi yang muncul ketika lupus sedang aktif.

SIAPA PENDERITA LUPUS ?
Penderita Lupus lebih sering menyerang kaum wanita, terutama pada usia dua puluh tahunan. Hasil survey di RSCM perbanding wanita dengan pria 17 : 1. Hal ini menurut dr. Cecilia Padang Ph.D., FACR (pemerhati Lupus dari Klinik Pusat Reumatik Indonesia) juga berkaitan dengan hormon estrogen yang dominan pada wanita. Produksi estrogen yang berlebihan juga mempengaruhi kerja sel-sel kekebalan tubuh.

TERAPI LUPUS
Dalam pengobatan lupus, ada dua kategori obat yang digunakan, yakni :

Golongan kortikosteroid dan golongan selain kortikosteroid. Golongan kortikosteroid merupakan obat utama penyakit lupus. Untuk kelainan kulit diberikan dalam bentuk topikal (salep, krem, atau cairan). Untuk lupus ringan digunakan kortikosteroid dalam bentuk tablet dosis rendah. Bila lupus sudah dalam kondisi berat, digunakan kortikosteroid dalam bentuk tablet atau suntikan dosis tinggi. "Kalau sudah menyerang otak, misalnya, dosisnya bisa sampai 1.000 mg per hari," jelas dr. Harry. Setelah kondisinya teratasi, dosis diturunkan sampai dosis terendah yang dapat mencegah kambuhnya penyakit.

Obat golongan bukan kortikosteroid biasanya merupakan pelengkap obat kortikosteroid. Di antara obat golongan ini adalah antiinflamasi nonsteroid (OAINS) untuk mengatasi keluhan nyeri dan bengkak sendi; obat antimalaria (kloroquin/resochin, dihidroksi kloroquin/plaquenil) untuk mengatasi gejala penyakit pada kulit, rambut, nyeri otot dan sendi, bahkan untuk odapus dengan gejala ringan; dan obat imunosupresif macam siklofostamid untuk kondisi yang disertai gangguan ginjal, azatioprin yang merupakan obat pendamping kortikosteroid agar kebutuhan kortikosteroid dapat dikurangi, dan klorambusil.

Penggunaan obat-obat tadi mesti dengan pertimbangan matang mengingat efek sampingan yang ditimbulkan. Obat kortikosteroid, misalnya, bisa memberi efek sampingan berupa wajah membulat (moonface), penyakit cushing, osteoporosis, diabetes melitus, hipertensi, gangguan lambung, dsb. OAINS menimbulkan gangguan lambung, ginjal, darah, dsb. Obat antimalaria memberi dampak gangguan penglihatan akibat deposit di kornea mata dan retinopati. Sedangkan imunosupresif memberi efek sampingan berupa mual atau muntah, gangguan darah, ginjal, dan mudah terkena infeksi.
Meski efek sampingan tak dapat dihindarkan (yang bisa hanya mengurangi), pengobatan mesti dilakukan. "Pencegahan penyakit ini belum bisa dilakukan karena penyebab pastinya saja belum diketahui," ungkap dr. Heru. Meski begitu, kalau sudah positif terkena lupus, segala upaya mesti tetap dilakukan agar penderita bisa menikmati hidup dengan baik. "Odapus bisa bertahan lebih lama dengan penggunaan obat secara terkontrol," tegas dr. Harry. "Yang penting adalah dosisnya. Dosis dipilih seringan mungkin," tambahnya.
Kini, angka harapan hidup penderita lupus sudah termasuk sangat tinggi. Di AS dan Eropa, kalau pada tahun 1955 harapan hidup penderita lupus dalam waktu lima tahun kurang dari 50%, maka pada tahun 1991 telah mencapai 89 - 97%. Bahkan, harapan hidup 10 tahun telah mencapai 83 - 93%. Semuanya lantaran adanya cara-cara diagnosis lebih dini dan metode pengobatan lebih baik.(yanti)

Senin, 17 Desember 2007

HIV/AIDS

PENULARAN HIV

AIDS bukan penyakit karena itu AIDS tidak menular, yang menular adalah HIV, yaitu virus yang menyebabkan tubuh mencapai masa AIDS. Virus ini terdapat dalam darah, cairan sperma dan cairan vagina, sehingga dapat menular melalui kontak darah dan kontak seksual yang menimbulkan perlukaan serta melalui ibu yang terinfeksi HIV pada bayinya. Pada cairan lain pada tubuh, konsentrasi HIV sangat rendah sehingga tidak bisa menjadi media atau saluran penularan.
Ada 4 cara penularan HIV
a. Melaui hubungan seksual dengan penderita HIV tanpa perlindungan ( kondom ).
b. Melalui transfuse darah yang telah tercemar HIV
c. Seorang ibu yang mengindap HIV dapat menularkan kepada bayi pada saat melahirkan. HIV tidak menular dari air ketuban dan placenta.
d. Melalui pemakaian jarum suntik, akupuntur, jarum tindik yang telah tercemar karena dipakai oleh orang yang telah terinfeksi HIV dan tidak disterilkan dengan benar.
Kelompok rawan tertular HIV adalah orang yang berprilaku seksual dengan berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan kondom, pengguna narkoba suntik yang menggunakan jarum suntik secara bersama-sama, pasangan seksual pengguna narkoba suntik, pasangan seksual dari orang yang suka berganti-ganti pasangan, bayi dari ibu positif HIV.
Tidak seorang pun dapat mengetahui apakah mereka telah terinfeksi HIV atau belum hanya dengan melihat dari penampilannya. HIV tidak menunjukkan gejala yang nampak sampai berkembang menjadi AIDS. Untuk mengetahuinya hanya dapat dilakukan dengan melakukan tes darah menggunakan metoda ELISA ( Enzyme Linked Immunosorbent Assay ) yaitu untuk mengetahui apakah didalam tubuh terdapat antibody terhadap HIV,. Antibodi terhadap HIV ini terbentuk 3 – 6 bulan setelah terinfeksi HIV, sehingga apabila pada tes pertama memberikan hasil negatif, maka sebaiknya 6 bulan berikutnya dilakukan tes ulangan. Apabila pada 3 kali test memberikan hasil positif maka sebaiknya dilakukan tes penegasan dengan Westen Blot sebanyak 2 kali.
Seseorang dengan HIV positif tidak serta merta menjadi penderita AIDS. Hal ini karena HIV mempunyai masa jeda dari HIV positif menjadi AIDS yang dikenal dengan “ windows periode “. Masa ini dapat mencapai 5 tahun atau lebih, namun selama itu penderita HIV positif dapat menularkan virusnya kepada orang lain cara-cara penularan tersebut diatas.
Tanda-tanda klinis penderita AIDS adalah beran badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan, diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan, demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan, penurunan kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis, dan dimensia / HIV ensefalopati.
Gejala minornya adalah batuk menetap lebih dari 1 bulan, dermatitis generalisata yang gatal, adanya herper zoaster multisegmental dan berulang serta infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.